Sabtu, 10 Januari 2015

EVENT JANUARI 2015 PENERBIT MAFAZA MEDIA

Hai.. ^^
Ada Event Nulis nih, guys.. langsung cek syarat dan ketentuannya, ya..

PJ dan Owner: Nasrul Yung

Assalamualaikum sobat Mafaza, tidak terasa kita sudah memasuki tahun 2015. Tentunya banyak sekali hal indah yang telah kita lalui di tahun kemarin. Di awal tahun ini, Penerbit Mafaza Media kembali mengadakan lomba dan event kepenulisan yang langsung digawangi oleh owner Penerbit Mafaza Media; Nasrul Yung. Adapun tema serta syarat dan ketentuannya ada di bawah ini. Simak dan baca baik-baik ketentuannya. Kami tak segan-segan mendiskualifikasi naskah yang tidak memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Baca baik-baik ya...

SYARAT DAN KETENTUAN UMUM
  1. Penulis adalah anggota group Antologi Penerbit Mafaza Media ( https://www.facebook.com/groups/901790979866133/ )
  2. Penulis menge-like Fans Page resmi Penerbit Mafaza Media ( https://www.facebook.com/PusatInfoBisnisOnline )
  3. Membuat Pengumuman ini di catatan facebooknya masing-masing dengan menandai 20 orang atau memposting pengumuman ini di blog
  4. Diutamakan berteman dengan Nasrul Yung ( https://www.facebook.com/cakyung.nasrul )
  5. Peserta boleh mengikuti salah satu atau keduanya sekaligus

TEMA 1: KUPUTUSKAN KAU DENGAN BISMILLAH
Tema ini bersifat bebas. Maksudnya, kamu bebas bereksperimen dengan judul tema di atas. Seperti bagaimana cara kamu memutuskan untuk menjomblo, bagaimana intrik percintaan yang harus berakhir di tengah jalan karena iman, bagaimana lika-liku kamu memutuskan sang pacar hingga menjadikannya sebagai seorang yang halal ataupun keberanianmu mengatakan kata putus di saat rasa cinta ada di dada.
Syarat dan Ketentuan:
  1. Tulisan berjenis Flash Story (Fiktif atau Nyata)
  2. Panjang tulisan maksimal 3 halaman
  3. Ukuran kertas A4, Margin 2.5 cm semua sisi (top, bottom, left dan right)
  4. Font: Time News Roman 12 pt, spasi 1.5
  5. Sertakan biodata narasi maksimal 80 kata
  6. Nama File dan Judul email: KUPUTUSKAN_JUDUL_NAMA PENULIS
  7. Kirim ke mafazamedia@gmail.com

 TEMA 2: AKU AKAN TERUS MENULIS HINGGA JANTUNGKU TAK LAGI BERKEMBANG KEMPIS
Tema ini mengangkat kegigihan kamu untuk terus menulis. Jatuh bangunnya kamu dalam merangkai kata, kehabisan ide tulisan, dihina atau diremehkan atau serangkaian ujian dan cobaan dalam menjemput impian menjadi seorang penulis.
Syarat dan Ketentuan:
  1. Tulisan berjenis Flash True Story (Kisah Nyata)
  2. Memakai kata ganti orang pertama; Saya atau Aku
  3. Panjang tulisan maksimal 3 halaman
  4. Ukuran kertas A4, Margin 2.5 cm semua sisi (top, bottom, left dan right)
  5. Font: Time News Roman 12 pt, spasi 1.5
  6. Sertakan biodata narasi maksimal 80 kata
  7. Nama File dan Judul email: MENULIS_JUDUL_NAMA PENULIS
  8. Kirim ke mafazamedia@gmail.com

JADWAL
20 Januari 2015: Deadline Pengiriman Naskah
21 Januari 2015: Rekapan Semua Naskah yang Masuk (Update terakhir peserta)
25 Januari 2015: Pengumuman Pemenang dan Kontributor Terpilih
26-31 Januari 2015: Editing dan Layout Buku

KONTAK PERSON
Email: mafazamedia@gmail.com
BBM: 7EE1FBBA
SMS Center & WA: 085785640506
Info Lengkap Penerbitan: www.mafazamedia.com


Salam,
Penerbit Mafaza Media

Nasrul Yung

Jumat, 09 Januari 2015

~Ilusi Hujan~


Disclaimer : Cerpen ini terinspirasi dari sms yang saya terima waktu gempa tahun 2009 lalu. Namun plot dan karakter murni dari khayalan saya. No copas, no bash. Enjoy this story..^^


=Ilusi Hujan=


“kau adalah mimpi yang nyata, bak ilusi di tengah hujan. “

             Tetes-tetes air langit itu mulai turun membasahi bumi. Terdengar gemercik air yang menyentuh tanah di luar sana, bagaikan nyanyian penghantar tidur yang mengalun dengan indah. Gadis itu terduduk di kursi depan jendela kamarnya. Ia memandangi guyuran hujan yang berjatuhan melalui atap rumah.

             Naira, begitulah gadis itu di sapa. Ia tersenyum melihat guyuran hujan deras di luar sana. Hujan baginya adalah suatu kedamaian. Ia pasti akan tidur dengan nyenyak bila di temani sang hujan.

             Drrtt..drrtt… ponselnya bergetar. Gadis itu mengalihkan pandangannya dari jendela, lalu meraih ponsel yang bergetar di atas meja. Senyum itu makin mengembang di wajahnya saat melihat nama si penelpon.

              “Halo?”  sapanya dengan riang.

              “Nai.. lagi apa?” tanya suara di balik sana. 

              “Lagi duduk di depan jendela kamar. Kamu?”

  “Aku lagi di jalan mau ke rumah kamu. Tunggu aku ya,” pinta suara itu.

               Naira mengernyitkan dahi, “Kerumah aku?” tanyanya ragu. Kemudian ia kembali melihat ke jendela, “Tapi lagi hujan, L, kamu yakin?”

              “Iya, yakin. Aku pengen liat wajah kamu sebentar aja. Boleh ya?”

              “Hmm.. boleh, kok. Yaudah, aku tunggu ya.”

 “Iya.. makasih ya sayang. Aku cinta kamu.” Sejenak Naira terdiam mendengar kata-kata L –si penelpon- yang merupakan pacarnya itu. Ia sedikit bingung, karena biasanya cowok itu bukanlah tipe pengumbar kata-kata cinta. Jarang banget malah dia bilang “Aku cinta kamu” kayak gitu.

             “Hmm.. ya, aku juga cinta kamu.” Sebuah senyum kembali terukir di wajah manis gadis itu.


              Ting.. tong.. 

              “Nai, bukain pintu ya!” Teriak mama Naira.

 “Iya ma.” Dengan cepat gadis itu beranjak dari tempat duduknya dan jalan ke depan untuk membukakan pintu. Ia tersenyum. Ya, dia tau siapa yang datang.

              Ceklek.. pintu terbuka,

              Senyum di wajah gadis itu memudar seketika. “L?” suaranya lemah. Wajahnya melunak, menampakkan kekhawatiran. “Kamu…” desisnya pelan sambil menyentuh wajah laki-laki yang kini berdiri di depannya. “Wajah kamu pucat banget.” Lanjut gadis itu lirih.  Sedangkan laki-laki di depannya itu hanya tersenyum tipis.

             “Aku kangen kamu.” Hanya kata itu yang keluar dari mulut laki-laki bermata elang itu.

             “Iya, aku juga. Tapi…” Naira masih mengamati wajah laki-laki itu, ia merasa ada yang berbeda dari wajah pacarnya ini. “Masuk dulu, L. Ganti baju kamu.” Katanya sambil menarik tangan L.

             “Nggak usah Nai, di sini aja. Aku Cuma pengen Liat wajah kamu bentaran aja.” Jawab L sambil menepis tangan Naira dengan lembut.

             “Nggak! Masuk dulu, L. Ganti baju kamu. Liat, baju kamu basah kuyup. Kamu pasti kedinginan. Bibir kamu aja sampai biru gitu.”  Cecar Naira tanpa henti sambil menampakkan gurat kekhawatiran.

             “Iya deh, iya..” jawab L pasrah sambil mengikuti langkah Naira.

              “Masuk, L.” Naira menarik  L memasuki kamarnya.

Sesampainya di dalam kamar, Naira kembali mengamati wajah L. Wajah itu pucat, dengan bibir yang sudah membiru. Tubuhnya basah kuyup, dengan titik-titik air yang mengalir dan berjatuhan dari rambutnya. Entah kenapa, hati Naira terasa pilu melihat penampilan kekasihnya ini.

             “Keringin dulu rambut kamu,” perintah Naira sambil menyerahkan handuk.

             “Nggak usah, gini aja nggak apa-apa, kok.” Tolak L dengan senyum kakunya.

  Naira mendengus, tidak habis pikir dengan sikap keras kepala L. Ia menarik nafas dalam, lalu langsung mengeringkan rambut L dengan handuk di tangannya. Ia mengusap-usap rambut itu dengan lembut.

“Hahaha.. geli Nai..” L cekikikan dan memegangi tangan Naira yang mengeringkan rambutnya itu.  Lain halnya denga Naira, gadis itu semakin mempercepat gerakan tangannya. Bahkan sesekali ia sengaja mempermainkan rambut L. “Udah, ah!” Desis L sambil menurunkan tangan Naira dari kepalanya.

             “Kamu sih, nggak mau ngeringin rambut sendiri. Nih, lihat! Tangan aku ikutan basah, kan.” Gerutu gadis itu dengan bibir manyun.

“Yee.. siapa yang nyuruh, coba? Kamu sendiri yang mau.” Bantah L sambil mencubit hidung mungil Naira.

“Ahh.. sakit!” Ringis Naira sambil menepuk tangan L yang ada di hidungnya. “Ish! Kebiasaan deh, nyubit-nyubit hidung orang.” Gadis itu masih menggerutu sambil mengusap-usap hidungnya.

“Hahaha… iya.. iya.. maaf. Aku kangen aja nyubit hidung kamu. Terakhir kalinya deh, aku janji.” Laki-laki itu tersenyum, “Makasih, ya sayang. Selama ini kamu selalu ada buat aku.” ucapnya pilu  sambil mengacak rambut Naira dengan lembut.

             “Iya, kamu juga selalu ada buat aku.” Naira meraih tangan L dan menggenggamnya dengan erat.  “Selamanya kita akan terus gini kan, L? Nggak boleh ada yang ninggalin, ya! Awas aja kamu ninggalin aku, aku nggak bakalan maafin kamu!” Ancamnya.

            Sejenak senyum di wajah L menghilang, berganti dengan gurat ketakutan. Wajah pucat itu semakin pucat. Namun detik berikutnya, kembali senyum kaku itu mengembang. “Insyaallah. Tentunya jika Allah mengizinkan dan jika takdir menggariskan, kita pasti akan selalu bersama.” Gumam laki-laki itu pelan. Naira hanya mengangguk dan tersenyum.

            “Yaudah, kamu tunggu di sini dulu. Aku mau ambilin baju ganti. Ntar kamu masuk angin lagi.” Naira melepas tangan L dan bersiap-siap untuk keluar kamar.

             “Nai..” Namun dengan cepat L kembali meraih tangan Naira, membuat gadis itu menghentikan langkahnya. Naira mengerutkan dahi, “Dengerin aku,” perintah laki-laki itu. Naira hanya diam dan mendengarkan.  “Apapun yang terjadi aku tetap cinta kamu. Walaupun tuhan tidak mengizinkan kita bersama, atau takdir menggariskan hal lain, aku tetap cinta kamu selamanya. Tapi..” ucapan laki-laki itu terputus.

             “Tapi?” Naira menaikkan alisnya sebelah, sangat penasaran dengan kelanjutan kata-kata L. Jantungnya berdetak dengan cepat, tiba-tiba perasaannya menjadi tak karuan.

             “Tapi jika hal itu terjadi, kamu boleh lupain aku. kamu boleh nggak cinta lagi sama aku. kamu bebas lanjutin hidup kamu. Ngerti?” tanya L dengan penuh penekanan.

              “Apaan sih? Kamu ngomong apa?” suara Naira meninggi. “Ah, nggak beres nih! Hujan bikin otak kamu eror. Udah ah! Aku ambilin baju ganti.” Naira menepis tangan L dengan kasar. Ia merasa kesal dengan ucapan L barusan.

              “Nai..” L kembali menarik tangan Naira, membuat gadis itu lagi-lagi menghentikan langkahnya. Tidak hanya sampai di situ, L kemudian menarik Naira ke dalam pelukannya. Memeluk tubuh Naira dengan erat, seakan takut kehilangan gadis itu.

              “Aku sayang kamu,” bisik L dengan suara bergetar.

              Naira terdiam, merasakan pelukan dari tubuh yang basah kuyup ini. Aneh, ada yang ganjil dari pelukan L. Apa mungkin karena tubuhnya yang basah? Pikir Naira.

Lama mereka dalam keadaan ini, sampai akhirnya Naira tersadar. “Hahaha..” Naira tertawa. “Bahkan sekarang hujan bikin kamu tambah romantis. Sadar, nggak? Dari tadi udah berapa kali kamu nyebut kata-kata sayang dan cinta? Biasanya kan jarang banget. Haha..” Tawa gadis itu menggema ke seluruh kamar.

              “Dengerin aja,” L membelai rambut Naira dengan sayang. “Ntar kamu pasti kangen ama kata-kata itu.” Bisik L lagi. “Tapi nggak boleh nangis ya, kalo kangen aku. cari aja cowok la- aadaauww.. ampuunn..” ringis L saat merasakan cubitan maha dahsyat di pinggangnya. Pelukan mereka pun terlepas. Berganti dengan tatapan tajam yang di tujukan Naira pada L.

              L hanya cekikikan sambil mengacak rambut Naira. “Udah sana, ambilin baju gantinya. Aku dingin. Dingin banget.” Ucap laki-laki masih dengan tawa jahil di wajahnya.

              “Awas ngomong aneh-aneh lagi!” ancam Naira dengan wajah cemberutnya.

              “Iya.. iya.. pergi sana! Aku nggak mau ninggalin kamu, kamu duluan gih yang ninggalin aku.” L kembali tersenyum dengan tipis.

              Naira mendengus dan berjalan keluar, tapi saat di depan pintu ia kembali menoleh ke belakang. Ia memandangi tubuh tegap L yang membelakanginya. Entah kenapa, sikap L malam ini cukup membingungkan dan aneh. Tapi Naira merasa puas, entah untuk apa.

             Gadis itu mulai berjalan ke ruang setrika pakaian, kebetulan ada baju L yang baru di cucinya pagi ini. Sebuah Hoody yang di pinjamkan L padanya kemarin malam. Setelah mengambil hoody itu, Naira keluar dan berjalan kembali ke kamarnya. Tapi langkahnya terhenti saat mendengar telepon di ruang tengah berdering. Ia berjalan menuju telepon itu sambil membawa hoody yang ada di genggamannnya.

             “Halo?” sapa Naira.

              “Nai..” Terdengar  suara yang familiar baginya.

              “Yoga? Ada apa, Ga?” Naira mengangkat sebelah alisnya. Ternyata yang menelpon adalah Yoga, teman L.

              “Nai, dengerin gue. Lo harus tetap tenang, Oke?” ucap suara itu. Naira semakin bingung.

              “Ada apa sih? Jangan sok misterius gitu deh, Ga.”

              “L.. L kecelakaan dan meninggal di tempat.”

              Duaarr…  suara itu semakin terdengar jauh bersamaan dengan petir yang menyambar. Naira terdiam, mencerna kata-kata Yoga barusan. Sedetik kemudian, ia tertawa. Gadis itu tertawa.

“Lo ngomong apaan sih? Orang L di rumah gue. Sekarang dia lagi di kamar gue nungguin baju ganti. Hahaha..”  gadis itu masih tertawa. “Woi! Becanda lo jelek tau nggak! ini bukan appril mop kali, Ga. Males, ah! Dengerin becandaan lo yang nggak mutu itu.”

Terdengar helaan nafas dalam di seberang telpon,  “Nai, gue mohon. Jangan kayak gini. Dia-“ suara itu tercekat menahan tangis. “Dia bener-bener udah pergi Nai.” Desis suara itu lirih di ikuti isakan.

Naira terdiam, ekspresinya mulai berubah. Wajahnya menegang, diikuti dengan darah yang mulai surut. Iya, gadis itu mulai pucat. Tak biasanya ia mendengar seorang Yoga menangis. Apa ini?

“Lo… lo nggak becanda? Tapi, tadi.. L-“ Naira kehabisan tenaga untuk berbicara. Tubuhnya terasa lemas seketika. “L ada di sini, Ga. Gue ga salah liat kok, tadi.” Suaranya pelan.

“SADAR NAIRA! Dia udah ninggalin kita..” terdengar teriakan frustasi dari balik sana, membuat Naira terdasar dan dengan reflek menjatuhkan gagang telepon itu. Ia segera berlari ke kamarnya.

“L!” teriak gadis itu saat memasuki kamarnya. Ia semakin gelisah dan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Namun tidak ada. Tidak ada seorangpun di kamarnya.

“L? Kamu di sini kan, sayang?” gadis itu menyeka rambutnya dengan gusar, ia mulai merasa lemas. Air matapun berjatuhan tanpa dapat ditahannya lagi. “L? Kamu-“ suaranya tercekat, hanya terdengar isakan dari mulutnya. Kakinya semakin lemas, tak dapat lagi menopang tubuh hingga ia jatuh menyentuh lantai kamar yang dingin.

“L!!” Ia berteriak histeris, memeluk baju yang kini sudah basah oleh air matanya. “Tadi kamu di sini, kamu di sini.” Isaknya lagi. “L.. kamu jahat! Kamu beneran ninggalin aku, hah?” bisiknya lirih. “L!” Teriaknya semakin keras. Ia meraung, menangis sejadi-jadinya. Membuat seisi rumah terkejut dan mengejarnya ke kamar.

Mamanya yang melihat Naira histeris langsung memeluk anak gadisnya itu. “L nggak pergi kan, ma? Dia tadi di sini, kan? Mama liat dia, kan?” tanyanya dengan suara lemas di dalam pelukan mamanya.

“Nggak sayang, dia nggak ada sini. Mama nggak liat dia.” Mama Naira mengusap-usap bahu putrinya itu.  “Tenangin diri kamu, sayang. L beneran udah nggak ada,” mama Naira  menunduk. “Barusan mamanya nelepon mama. Kamu yang sabar ya sayang.” Ucapnya lembut. Wanita paruh baya itu ikut terisak.

“MAMA BOHONG!” teriak Naira sebelum akhirnya tubuhnya limbung. Gadis itu kehilangan kesadaran.


             Hujan kembali membasahi bumi. Lagi, air langit itu lagi-lagi berjatuhan.  Tapi saat ini berbeda bagi Naira, hujan itu tidak lagi membawa ketenangan. Melainkan sebuah perih mendalam. hujan telah membawa L dari hidup Naira.

             Gadis itu terduduk lesu di depan jendela kamarnya. Ia merengkuh kaki dan menumpukan dagu. Gadis itu menatap kosong ke depan, memperhatikan titik-titik air yang menempel di kaca jendela. Matanya sembab, pandangannya layu. Seminggu sudah L meninggalkannya. Seminggu sudah ia menangisi kepergian laki-laki itu.

             Sayang, kamu tau? Tiap liatin hujan aku selalu ingat kamu. Hujanlah yang mempertemukan kita pertama kalinya. Itu ngebuat aku sangat menyukai hujan. Gadis itu membatin. Seulas senyum hampa terukir di wajahnya, saat ia mengingat pertemuan pertama mereka di mini market dekat kampus mereka. Saat itu, L yang kehujanan dan tidak membawa payung berteduh di depan mini market, Naira yang melihatnya dengan senang hati memberikan tebengan payung untuk L.

             Tapi kenapa? Kenapa sekarang hujan malah membawa kamu pergi? Hujan jahat! Aku jadi membenci hujan! Sungguh! batinnya lagi. Namun kali ini wajahnya mulai menampakkan sorot kepedihan.

             Malam itu kamu datang, kamu bilang kangen. Terus nggak lama setelah itu kamu ninggalin aku. kamu juga jahat! Sama kayak hujan. Gadis itu semakin merasa sesak. Setetes cairan bening mulai lolos dari matanya.

             L.. kalo sekarang aku bilang, aku kangen kamu, apa kamu mau datang lagi kayak malam itu? aku mohon. Sekali aja! Pintanya dalam hati. Ia kembali termenung, memperhatikan hujan di luar sana.

             Kenapa nggak datang juga? Ah, aku lupa! Kamu udah tenang di sisi tuhan. Apa tuhan nggak ngasih izin ke kamu untuk datang ke sini? 
 

Tuhan, izinkan dia untuk datang kali ini. Aku merindukannya tuhan. Do’a Naira dalam hati.

Dengar? Aku udah minta izin ke tuhan.

Namun detik berikutnya, ia menenggelamkan kepala di kedua kakinya. Ia merasa jadi orang bodoh dengan semua kata hatinya tadi. Isakan demi isakan tak dapat di tahannya lagi. Ia merengkuh kedua lengannya, mencoba menepis dingin yang tiba-tiba merasuki. Bahkan menusuk hingga ke tulang. Tidak, bukan hujan yang membuatnya kedinginan, tapi rasa rindu yang mendalamlah yang membuatnya kedinginan. Ia merindukan laki-laki itu.

Tiba-tiba tubuhnya terasa hangat. Hangat hingga ke hatinya, “Aku juga kangen kamu,” terdengar suara parau khas yang hanya di miliki seseorang. Naira sangat kenal suara itu. “Jangan nangis lagi, aku di sini.” Ucap suara itu lagi. Naira mengangkat kepala, dan mendapati wajah pucat L yang sedang tersenyum di depannya. Laki-laki itu kini tengah mendekap tubuh ringkih Naira.

Tangisnya mulai surut, berganti dengan senyuman di tengah air mata yang membasahi pipinya. Naira memperbaiki duduknya, hingga membuat L melepaskan dekapannya dari tubuh lemah gadis itu. Naira berdiri, dan langsung menghambur ke dalam pelukan hangat L.

“L? Ini kamu? Ini beneran kamu kan?” tanyanya. Ia memeluk tubuh semu itu.

“Iya.. ini aku. jangan nangis lagi ya, sayang.”  Ucap suara parau itu. “Kan aku udah pernah bilang, kamu nggak boleh nangis kalau kangen aku.” Lanjutnya.

 Naira hanya menganggukkan kepalanya yang bersandar di dada L. Dada yang tak lagi memompa darah. Dada yang telah tenang tanpa detakan jantung.

Mereka yang telah berbeda alam itu berpelukan diiringi nyanyian hujan di luar sana. Nyanyian sendu yang membawa rindu.

Sepertinya ini hanya mimpi seperti malam itu, tapi aku tetap senang. Setidaknya kamu masih dapat aku rasakan. Kamu tau, sayang? Aku sangat merindukanmu malam ini. Dan rindu ini cukup terbayar dengan hadirnya bayanganmu. Ya, bayanganmu. Kamu adalah mimpi yang nyata, bak ilusi di tengah hujan.

=END=


Padang, 2 Februari 2014

A/N : Cerpen ini pernah saya publikasikan di blog saya yang lain --> https://lforlovelforlife.wordpress.com/2014/02/02/ilusi-hujan/