Dimas melangkahkan kakinya di atas rerumputan hijau. Matanya menjelajahi setiap sudut taman itu. Kini taman yang cukup luas itu telah di sulap menjadi tempat pesta yang sangat meriah.
“Rino,
jangan tinggalin Aya! Rino jahat! Kembaliin jepitan rambut Aya..” teriakan gadis kecil itu menyita perhatian Dimas,
hingga lelaki itu menghentikan langkahnya.
“Ambil
aja sendiri! Wueekk!” itu suara bocah
lelaki yang berlari kecil meninggalkan si gadis. Gadis kecil itupun mengejar si
anak lelaki. Kedua bocah itu tampak saling kejar-kejaran memperebutkan jepitan
rambut .
Seulas
senyum terukir di bibir tipis Dimas. Melihat kedua bocah itu, otaknya mulai
memutar kenangan lamanya bersama seorang gadis yang masih menemaninya hingga
saat ini. Ah, Dimas jadi tak sabar ingin melihat wajah gadis itu. Terlebih pada
hari ini, hari yang sangat special. Gadis itu pasti terlihat sangat cantik. Dimas
pun mempercepat langkahnya.
Tok..
Tok..
Tok..
“Masuk!”
Dimas melangkahkan
kakinya memasuki kamar bernuansa biru itu. Seketika matanya menangkap seorang
gadis yang tengah didandani di depan sebuah bermin besar. Dimas memperhatikan punggung
gadis berkebaya ungu –yang senada dengan batik yang ia kenakan- itu. Bahkan dari
belakag saja, keanggunan gadis itu sudah memancar dan menenggelamkan Dimas. Dimas
tertegun sejenak. Dari cermin itu, Dimas bisa melihat sang gadis yang tengah
memejamkan matanya saat di rias. Wajah gadis
itu membuat dada Dimas bergemuruh.
“Eh, Dimas! Sini..”
panggilan itu menyadarkan Dimas. Seketika ia menyunggingkan seulas senyum pada
ibu-ibu yang tengah mendandani gadisnya. Lalu mendekati mereka.
“Masih belum selesai
dandannya, ma?” tanya Dimas pada ibu itu.
“Udah kok. Nih Cuma mau
rapiin dikit aja.” Ucap ibu itu sambil merapikan rambut si gadis. “Yaudah, mama
tinggal dulu, ya. Acara tunangannya bentar lagi. mama mau liat persiapan di
depan dulu.” ucap si ibu sambil tersenyum, lalu melangkah keluar kamar.
“Oi, nyet!” gadis itu
melambaikan tangannya ke depan wajah Dimas yang terpaku. “Segitunya ngeliatin muka gue? Tampang gue
aneh ya?” ucap si gadis sambil mengerutkan keningnya.
Dimas tersenyum salah
tingkah, lalu menggeleng lemah. “Nggak kok, lo cantik.” Pujinya tulus.
Gadis itu tersenyum
malu-malu, “Masa sih? Serius lo?” tanyanya sambil mengusap-usap pipinya. “Ah,
biasanya juga bilang gue jelek. Tumben banget muji gitu.” Cibirnya.
Dimas tertawa kecil.” Yee...
percaya aja, di balik kata jelek itu gue menyembunyikan kata cantik tau!” ucap
Dimas sambil mengelus kepala gadis itu.
“Aduh! Sanggul gue bisa
rusak!” bentak si cewek sambil menghalau tangan Dimas. Dimas hanya tertawa
hampa. “Berarti selama ini, lo bilang gue cantik dong? Hahaha..” kini gadis itu
tertawa. “Berarti semua ucapan jelek lo ke gue kebalikannya dong? Tanya gadis
itu lagi sambil menaik turunkan alisnya.
Dimas hanya tersenyum
lirih. Iya, semuanya kebalikan. Bahkan saat gue bilang lo nyebelin, gue ga sayang lo, gue ga cinta lo, itu semua
kebalikan. Batin Dimas.
“Eh, BTW, lo keliatan cakep pake batik ungu
ini. serasi banget ama kebaya gue.” Gadis
itu mengusap-usap batik Dimas.
“Iya, ini kan batik
seragam keluarga. Bagus kan?” mengusap-usap kerah kemejanya. “Selamat ya, untuk
pertungan lo.” Ucap Dimas kemudian.
Gadis itu hanya diam,
lalu memeluk Dimas. “Makasih ya. Lo sahabat terbaik gue.” Ucap gadis itu di
depan dada Dimas.
“Nggak perlu makasih,
karena gue sayang lo...” ucap Dimas sambil membalas pelukan gadis itu.
Saatnya untuk
melepaskanmu, dan berlapang dada.
=======================================
Padang, 25 Maret 2015
Oleh, Thilmaa
